Tidak ada satu pun dalih pembenaran terhadap
pembunuhan warga sipil, baik di Manchaster dan London, Kabul atau
Baghdad. Hal ini penting bagi kita untuk terus konsisten mengutuk tindakan
kriminal ini, dan untuk mempertahankan dukungan kita terhadap semua korban,
siapa pun mereka dan di mana pun mereka tinggal. Sementara strategi kelompok
seperti ISIS dan individu yang melakukan serangan mengerikan ini
adalah untuk memecah-belah masyarakat, dan untuk mengarahkan persepsi kita bahwa
tidak mungkin bagi kita untuk hidup bersama, sangat
penting bagi para
pemimpin kita untuk menolak retorika sensasional dan memecah belah.
Alih-alih menyasar apa yang disebut “teroris
terinspirasi Islam”, kita harus membawa masyarakat secara bersama-sama—maksud
saya semua orang—baik yang memiliki kepercayaan atau tidak dalam barisan
persatuan melawan semua tindakan kekerasan yang brutal terhadap warga sipil, baik
di sini maupun luar negeri.
Menggambarkan aksi kriminal semacam itu sebagai bagian
dari pertarungan ideologi ektremis, Muslim anti Barat dan orang-orang dan
nilai-nilai Barat berisiko mengasingkan umat Islam lebih jauh dan
mengabaikan fakta bahwa umat Islam sendiri menjadi korban serangan ini.
Perbedaan ini juga secara tidak sengaja menghadirkan masalah geografi, dan
membatasi kemampuan kita untuk berempati dengan umat Islam mayoritas, di mana
sebagian besar serangan benar-benar terjadi.
Kita telah menyaksikan mantan Presiden AS George W. Bush dan mantan Perdana Menteri Prancis Manuel Valls bersama dengan para pakar media mengulang-ulang pernyataan bahwa “penjelasan adalah pembenaran”. Tetapi jika kita menginginkan solusi yang benar-benar
komprehensif atas masalah ini, penting untuk memahami konteks di mana kekerasan
tersebut terjadi.
Kita tidak dapat menyangkal fakta bahwa di Barat,
Islam secara tidak adil digambarkan buruk dan terlebih retorika para politisi
dan media terus memperburuk situasi ini. Kita tidak boleh lupa bahwa Islam
adalah agama Barat, dan ketika berbicara tentang Inggris atau Barat, kita juga
berbicara tentang warga negara Muslim yang telah memainkan peran positif dalam
masyarakat mereka dan akan terus memainkan peran dalam menghadapi ekstremisme.
Jawaban atas serangan ini tidak hanya berupa pengetatan kebijakan keamanan semata, yang meningkatkan kecurigaan dan menebarkan ketakutan,
dimulai dengan pengawasan besar-besaran atas warga
negara Muslim. Permasalahan
ini tidak akan bisa diatasi dengan membatasi hak warga sipil. Hal ini tidak
hanya berimbas pada orang-orang yang melakukan serangan ini, tetapi juga
memperkuat sentimen Islamofobia di masyarakat kita sendiri
yang mendorong politik segregasi. Umat Islam menghadapi perlakuan
jahat berupa kebencian dan kekerasan yang ditujukan kepada mereka dalam kadar yang
mengkhawatirkan, dengan minimnya atau tak ada sama sekali kecaman dari kalangan
politisi dan liputan media.
Program pemerintah Inggris, terutama yang bersifat
pencegahan, terus memainkan peran kontraproduktif dengan menstigmatisasi
seluruh masyarakat dan merongrong nilai-nilai kebebasan berekspresi yang
diawasi oleh politisi kita. Kebijakan ini memandang pandangan politik Muslim mana pun
yang kebetulan bertentangan dengan narasi pemerintah sebagai berpotensi “radikal”. Warga negara,
baik umat Islam atau bukan, harus mampu mengkritik kebijakan pemerintah tanpa
dianggap mencurigakan. Kita juga harus diperbolehkan mengatasi akar penyebab
terorisme, misalnya dengan menunjukkan kekurangan dalam kebijakan luar negeri
kita.
Mengapa individu-individu ini menargetkan Inggris,
Prancis, dan Amerika Serikat? Para pelaku kejahatan ini sering mengklaim bahwa
tindakan mereka sebagai pembalasan atas pembunuhan di Suriah, Irak, dan
Palestina. Hanya pendekatan holistik terhadap politik Timur Tengah dan pengkajian saksama peran kita di sana memungkinkan kita memecahkan masalah ini. Kontribusi
kita terhadap kekerasan di Palestina, Yaman, Irak, dan Suriah, serta dukungan
kita terhadap rezim otokrasi yang membatasi ruang publik dan kebebasan
masyarakat sipil Muslim harus dikaji.
Pada akhirnya kita membutuhkan kebijakan jangka
panjang dalam dua sektor. Pertama, di sektor domestik; pluralisme harus
diperhitungkan secara serius. Adanya kebutuhan untuk wacana inklusif yang
bertanggung jawab, pendidikan yang lebih baik, penghentian segresi sosial, dan mengakui Muslim
Barat menjadi bagian dari solusi. Semua narasi harus berubah: warga negara dan
pemerintah harus bekerja sama untuk menolak doktrin yang sudah lama dianut di Barat tentang Islam.
Di sektor kedua, kejahatan ini tidak akan berakhir
jika kita tidak secara terus menerus mempromosikan keadilan di luar negeri, yang
merupakan syarat perdamaian. Hal ini termasuk memastikan keamanan warga negara
di negara-negara bagian barat yang turut berkontribusi mengguncangnya.
Hal itu juga berarti benar-benar membela keadilan
ekonomi dan sosial di luar negeri, alih-alih melakukan tindakan penjarahan negara-negara
lain untuk mendapatkan sumber daya mereka dan mengamankan kepentingan kita
sendiri. Kebijakan kita saat ini telah menempatkan warga negara-negara tersebut
dalam posisi di mana mereka dipaksa untuk memilih antara kehidupan yang tidak
bermartabat di sana dan meninggalkan kesempatan yang lebih baik di luar negeri.
Pemerintah kita membuka perbatasan untuk masuknya
kekayaan mereka ke negeri kita, tetapi melarang migran dan pengungsi.
Ada konflik yang kritis di wilayah ini yang harus
dipecahkan, dan kita tidak bisa menghindari peran kita di daerah ini. Pada abad
keseratus Deklarasi Balfour, kita tidak dapat menyangkal fakta bahwa di
Palestina orang-orang masih ditindas. Hampir 15 tahun sejak invasi dan
pendudukan ilegal ke Irak, kita tidak bisa melupakan kehancuran yang terjadi di
wilayah yang lebih luas, termasuk Suriah.
Theresa May menanggapi serangan kriminal di London
Bridge dengan mengatakan, “Cukup sudah.” Ya, hentikan kebijakan stigmatisasi
dan kecaman selektif. Inilah saatnya untuk sesuatu yang baru, mengikis
kemunafikan dan memperkaya kemanusiaan dan keberanian.
Catatan:
1. Tulisan di atas adalah hasil tugas penerjemahan pertemuan ke-1 dalam kelas Bahsul Masa'il Penyuntingan yang diampu oleh Bapak Ahmad Baiquni. Kelas masih akan terus berlanjut sampai para peserta mahir, dan hasil terjemahan saya akan diposting di blog ini.