Bagi
saya, setiap perjalanan adalah berwisata, meski tidak ke tempat wisata.Sebab
saya selalu suka dengan hal-hal yang baru; lingkungan baru, budaya baru, dan
banyak hal, termasuk baju baru pas lebaran.Ahihihihi. Kali ini saya akanberkisah
tentang pengalaman saya ketika menginjakkan kota Bandung untuk yang pertama
kalinya. Sebenarnya tujuan saya ke Bandung berurusan dengan pekerjaan, dimana
saya akan tes wawancara untuk masuk sebuah perusahaan di Bandung, tetapi tetap
saja bagi saya ini adalah perjalanan wisata. Anggap saja fifty-fifty.Separuh
wisata separuh urusan kerja.
Kebetulan
tujuan saya di daerah Cinembu, Ujungberung, Bandung.Beberapa hari sebelum
berangat saya sms teman-teman yang berasal dari Bandung, atau paling tidak
disinyalir bertempat tinggal di Bandung.Biasa, untuk meminimalisir pengeluaran
penginapan. Akhirnya salah serang dari mereka memang tinggal di Bandung dan
lumayan dekat dengan lokasi yang akan saya tuju. Dia adalah teman sewaktu
kuliah di Jogja. Untunglah ada dia, kalau tidak, tentunya saya akan memilih
tidur di masjid biar tak mengeluarkan biaya. Paling-paling hanya dimintai KTP,
dan itu sudah biasa.
Erupsi
Kelud yang terjadi malam jum’at (14 Februari 2014) ternyata berdampak sampai kampung
saya yang terletak di kabupaten Purworejo. Biar kalian suatu saat mau
berkunjung ke kampong saya, ini lho lengkapnya: Desa Wareng, Kecamatan Butuh,
Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.Abu bisa mencapai ketebalan 2cm yang membuat
jalanan berdebu. Toh demikian siangnya sebakda jum’atan saya paksakan diri
untuk ke Stasiun Kereta ApiKutoarjo untuk membeli tiket ke Bandung, soalnya
takut tidak kebagian tiket kalau terlalu mepet dengan hari H. Benar saja,
jalanan penuh debu hingga jarak pandang hanya sekitar 2 meter ke depan. Saya
memesan tiket untuk hari rabu tanggal 18 februari 2014 jurusan Kutoarjo-Kiara
Condong dengan memakai kereta Kotajaya Selatan. Tiketnya sendiri setelah
kenaikan menjadi Rp 60ribu, walaupun sebelum kenaikan saya nggak tahu berapa,
belum pernah ke Bandung sih.Hehe….
Seperti
biasa saya tak mau ribet bawa ini itu kalau bepergian, toh ini mau ada
keperluan wawancara kerja diselingi silaturahim dan jalan-jalan sedikit. Hanya
2 potong baju, 2 celana panjang, 2 kaos, sepetu untuk wawancara, serta sandal
selop.Tak lupa juga bawa netbook, kalau sewaktu-waktu dibutuhkan di perjalanan,
juga buat nulis ini. (oh ya, mulai nulis tulisan ini saya masih di Kiara
Condong lho, nunggu kereta mau pulang). Oh ya satu lagi yang tak ketinggalan,
air minum sekitar 600mili, yg dikucurkan langsung dari kendi tanah di rumah. Jadi
kebanyakan ya bawanya? Hehehe…. Gak papa lah, tas sudah penuh sesak karena
kapasitasnya memang yang kecil.
Singkat
kata kereta berangkat tepat waktu yaitu jam 09.15 dari stasiun Kutoarjo. Ini
memang perjalanan pertama saya naik kereta setelah PT KAI melakukan
perubahan-perubahan besar dalam tubuh mereka.Maka disini saya juga akan
memberikan sedikit keterangan tentang hal itu. Satu catatan penting yaitu,
kereta berangkat tepat waktu, dan ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan
pelayanan PT. KAI tempo dulu.Setelah masuk kedalam kereta, banyak kursiyang
masih kosong, maklum ini kan pemberangkatan di stasiun pertama, untuk 4 kursi satu
meja hanya terisi saya seorang. Lambat laun kursi terisi 4, ditambah seorang
anak kecil cewek imut yang ada di samping saya.
Kabar
bahwa saat ini pengasong dan pengamen tak boleh memasuki kereta ternyata bukan
omong kosong.Jika dulu setiap jalan-jalan pakai kereta saya selalu merasa
terganggu (dan sekaligus terhibur dengan ulah asongan yang unik), kali ini
lengang.Hanya sekali kondektur memeriksa karcis, dan beberapa kali petugas
menawarkan bantal, minuman, makanan, dan membersihkan lantai kereta. Itu sama
sekali tak membuat suasana santai dan liyer-liyerku terganggu.Bersamaan dengan
bergeraknya kereta, beberapa lagu diputar oleh petugas.Suasana pun semakin
nyaman saja.Mulai dari lagu Oplosan yang sedang naik daun, disusul dengan lagu
wali, dan beberapa lagu yang tidak bisa kuingat dengan baik saking
menikmatinya.
Kereta
melaju terus melewati berbagai stasiun, memasuki stasiun Kroya petugas mengingatkan
kepada penumpang untuk tidak membeli pedagang asongan dan membukakan pintu
untuk mereka.Benar saja, ternyata masuk Kroya, ketika kereta berhenti beberapa
menit banyak pedagang asongan menawarkan dagangan walaupun tak sempat masuk ke
dalam kereta.Baru setelah memasuki Stasiun Sidareja mereka sudah masuk ke dalam
kereta.Setelah berjam-jam sepi, akhirnya kedatangan mereka membuatku terasa
terhibur, meski saya sadar bahwa mereka melanggar peraturan.Beberapa pedagang
pecel menawarkan makanan, perutpun beraksi dan akhirnya saya tak bisa menahan
lapar yang menggila.Sayapun membeli satu porsi.Ada kejadian menarik ketika
beberapa pedagang diusir oleh petugas.Waktu itu kereta dalam keadaan melaju
kencang. Saya tak dengar dengan jelas
petugas itu bilang apa karena lirih, tapi jika dilihat dari bahasa tubuh, dia
mengusir. Eh seorang ibu penjual pecel nyeloroh, “Disangoni pak” khas dengan
logat ngapak cilacapan. Lucu dan miris. Satu sisi mereka mencari rejeki, sisi
yang lain mereka melanggar peraturan. Ah, mudah-mudahan pemerintah segera
menemukan solusi terbaik yang menguntungkan semua pihak.
Beberapa
stasiun terlewati.Saya masih penasaran dengan fasilitas kereta.Untuk mengeceknya,
saya sempatkan ketoilet untuk melihat kebersihannya dan kesediaan air.Wah
ternyata sudah lumayan bersih walau agak pesing.Disana juga ada air mengalir
dan juga tersedia tisu untuk cebok.Itu gambaran toilet. Yang lain, pada setiap tempat
duduk yang disana terdapat meja kecilnya juga ada colokan listrik berisi 2 yang
bisa untuk ngecharger. Alhasil kalau kalian bepergian naik kereta, sekarang tak
usah takut kehabisan batre hp. Dan itu tentu menambah kenyamanan.Bagaimanapun hp
sekarang telah menjadi kebutuhan pokok yang tidak bisa tertinggal atau mati.
Ibaratnya lebih baik tertinggal duit daripada tertinggal hp. Hehe …
Sekitar
pukul setengah empat sore teman saya yang selama saya di Bandung akan
menyediakan ‘hotel’ sms menanyakan sampai mana. Saya bilang sesuai jadwal masih
sejam lagi. Sesaat setelahnya saya melongok jam dihp, sudah jam setengah lima
dan seharusnya sudah sampai di Kiara condong, tapi nyatanya belum. Ternyata
penyakit ingkar janji masih belum hilang juga buat KA. Sampai Kiara Condong
pukul lima, molor setengah jam dari jadwal yang tertera pada tiket. Biarpun
sudah sore saya tak takut kehabisan kendaraan, sebab di Bandung angkota sampai
malam beroperasi.
Melihat
tata ruangnya, kota ini terlihat rapi. Di beberapa titik terdapat tempat sampah
dengan dua kantong plastik.Satu kantong untuk sampah organik, sedang yang satu
untuk sampah nonorganic. Namun, beberapa tampat sampah kantongnya tidak
lengkap, kadang hanya ada satu, kadang malah tidak ada kantongnya sama sekali. Tentu
ini menjadi catatan sendiri untuk penkot Bandung, ide yang bagus perlu aksi
yang berkelanjutan. Eh….aku sopo to kok ngandan-ngandani? Wong mung pem-bolang
ora cetho…… yo men kok (jawabku cuek).
Hari
Rabu, tanggal 19 saya wawancara kerja. Awalnya mau pulang langsung ke Kutoarjo,
tapi karena masih ingin tinggal di sini sekaligus takut tak kebagian tiket
kereta, maka saya putuskan untuk molor sehari. Padahal di rumah sedang mau
dapat giliran tahlil lho…pasti makan enak,,,dan juga sedang ada proyek
pembuatan film dokumenter dengan kawan bertema Tari Ndolalak yang khas
Purworejo.
Kamisnya
tepatnya saya beranjak pulang. Sebenarnya jadwal kereta pukul 21.10, tapi
karena ingin muter-muter dulu akhirnya saya pamitan dengan teman saya pagi jam
09.30. Kebetulan jarak Kiara Condong dengan Ujungberung lumayan jauh, apalagi
dengan angkutan umum, cukup menguras waktu.
Perkenalan dengan orang-orang
seperjalanan.
Satu
dari sekian hal yang menurut saya menyenangkan ketika bepergian yaitu
“perkenalan dengan orang-orang baru seperjalanan”.Ada 3 orang diperjalanan yang
berkenalan dan ngobrol asik dengan saya.Ketiga-tiganya hingga memberikan no hp
atau pin bb, baik mereka atau saya yang meminta.Masing-masing dengan latar
belakang dan ceritanya sendiri-sendiri.
Orang
pertama yang saya temui adalah seorang pria berumur sekitar 35 tahunan. Dia
asli Solo, istrinya asli Bandung dan dia sekeluarga tinggal disini. Pekerjaannya
sebagai sopir travel Bandung-Jakarta. Katanya, travel untuk trayek ini sangat
ramai, terlebih hari sabtu-minggu.Alasan mengapa dia pulang menjadi topik utama
perjumpaan kami di Stasiun Kiara Condong.Sambil menunggu kereta yang masih
lama, kami ngobrol ngalor ngidul.Kepulangannya disebabkan karena kakaknya
meninggal. Dia bercerita bahwa dulu ketika sekolah SMA sang kakak adalah
seorang yang sangat cerdas. Kemampuannya di atas rata-rata.Seperti orang tua umumnya
yang berfikir konservatif, orang tuanyajuga menghendaki dia menjadi dokter atau
insyinyur. Keinginan tersebut sah-sah saja(menurut saya) asal tidak memaksakan
kehendak, tapi yang terjadi padanya sangat disayangkan. Bahkan ketertarikannya
pada seni, seperti teater dilarang oleh orangtua.Walhasil dia menjadi pribadi
yang tertutup dan pada akhirnya depresi.Dia akhirnya dimasukkan sebuah
pesantren yang berada di Semarang yang dapat menangani orang depresi hingga
akhirnya dia meninggal dunia. Lantas apa kesimpulannya? Cari sendiri!! Manja!!
Orang
kedua yang kujumpai yaitu bapak-bapak berusia 40an tahun.Dilihat dari
dandanannya, dia adalah pekerja pada sebuah perusahaan.Necis. Membawa dua tas
besar yang terisi penuh. Saat itu saya ‘nglemprok’ di pojok ruang tunggu
stasiun, tepatnya di dekat tempat untuk nge-charger hp dan netbook.Maklum pada
saat tulisan ini mulai dibuat, baterai netbook sudah minim, terlebih juga saya
gunakan untuk ngegame Plants and Zombie yang sedang memvirusiku.Setelah
basa-basi, saya mendapatkan data tentangnya. Dia adalah seorang pekerja
pertambangan batu bara yang beroperasi di Kalimantan. Kedatangannya ke Bandung
dalam rangka mengikuti pelatihan yang diadakan pemerintah.Dia yang lulusan SMA
merasa paling bodoh saat mengikuti acara tersebut.Bagaimana tidak, lainnya
adalah sarjana semua.
Dalam
ceritanya, salah satu resiko bekerja di tempat ini adalah menjadi korban
kecembuaruan sosial bagi masyarakat sekitar.Dia yang pekerjaannya sebagai
pengukur lahan terkadang harus berhadap-hadapan dengan pemilik lahan yang
alotnya minta ampun.Di hutan belantara, seringkali tanah yang telah dibeli oleh
perusahaan dijual kembali oleh penduduk.Saking luasnya, sebagai pendatang baru
tentu tidak mudah ‘niteni’ tanah.Jangan bayangkan dengan tanah di Jawa.Dan untuk
meredam kecemburuan warga, biasanya perusahaan mempekerjakan mereka 60
persen.Namun pada kenyatannya, karena sebuah tuntutan akhirnya jumlah itu bisa
meningkat menjadi 90 persen.Dilematis, ujarnya.Sebuah perusahaan dalam merekrut
pekerja tentu berdasarkan skill yang mereka miliki, namun terkadang warga
skillnya minim. Tapi apa boleh dikata, daripada ribut? Sebenarnya masih banyak
yang ia ceritakan, tapi tak akan kutulis semua, sebab saya juga bingung waktu
menjelaskan dunia batu bara. Yang jelas dia memberikan banyak ilmu dan banyak
jajan, ada tempe mendoan jumbo, gorengan pisang, juga minuman dingin.
Terimakasih pak. Walah, sampai lupa aku menanyakan namanya, padahal sudah punya
pin bbnya. Tapi kan yang diprofilnya namak nama anaknya, Echa.
Orang
ketiga dan yang tak kalah menarik adalah seorang mahasiswi tehnik elektro yang
kuliah di Bandung bagian atas, pokoknya tempatnya sudah dingin deh… Saya lupa
bagaimana mulanya, yang jelas pembicaraan kami kemudian berputar pada masalah
paham Islam yang sudah semakin beragamnya.Dia takut sekaligus menyayangkan
orang-orang yang memilih berpaham ‘beda’. Kutanya apa latar belakang
keluarganya, ternyata Islam tradisonal alias NU. Kalau begitu sama. Sebagai
lulusan Tafsir Hadis, saya ‘sombong’ menerangkan ini itu.Bahwa pemahaman yang
berbeda pada teks agama menjadikan praktik keagamaan yang berbeda pula.Lantas
siapa yang paling benar? Dalam hal ini dia saya ajak untuk berfikir pula, eh
berbingung pula ding…karena saya juga tak tahu siapa yang benar. Setahu saya
kalau Iwan Fals lagunya bagus-bagus itu benar. Sebenarnya saya satu kereta dan
tujuan dengannya, tapi karena beda gerbong akhirnya perpisahan kita terjadi
waktu di Stasiun Kiara Condong. Perpisahan itu tanpa air mata, apalagi air
seni… pokoke ora koyo neng film-film sinetron.
Tak
terasa menungguku selama berjam-jam akhirnya kelar juga. Saya harus pulang ke
Kutoarjo pukul 21.10 memakai kereta sama dengan harga 60 ribu. Selamat membaca
tulisan saya selanjutnya!! (kalau kalian belum muak saja, silahkan).
(Bandung-Purworejo,
21-23 Februari 2014)