Tuesday 25 February 2014

Perjalanan Wisata ke Bandung



Bagi saya, setiap perjalanan adalah berwisata, meski tidak ke tempat wisata.Sebab saya selalu suka dengan hal-hal yang baru; lingkungan baru, budaya baru, dan banyak hal, termasuk baju baru pas lebaran.Ahihihihi. Kali ini saya akanberkisah tentang pengalaman saya ketika menginjakkan kota Bandung untuk yang pertama kalinya. Sebenarnya tujuan saya ke Bandung berurusan dengan pekerjaan, dimana saya akan tes wawancara untuk masuk sebuah perusahaan di Bandung, tetapi tetap saja bagi saya ini adalah perjalanan wisata. Anggap saja fifty-fifty.Separuh wisata separuh urusan kerja.
Kebetulan tujuan saya di daerah Cinembu, Ujungberung, Bandung.Beberapa hari sebelum berangat saya sms teman-teman yang berasal dari Bandung, atau paling tidak disinyalir bertempat tinggal di Bandung.Biasa, untuk meminimalisir pengeluaran penginapan. Akhirnya salah serang dari mereka memang tinggal di Bandung dan lumayan dekat dengan lokasi yang akan saya tuju. Dia adalah teman sewaktu kuliah di Jogja. Untunglah ada dia, kalau tidak, tentunya saya akan memilih tidur di masjid biar tak mengeluarkan biaya. Paling-paling hanya dimintai KTP, dan itu sudah biasa.
Erupsi Kelud yang terjadi malam jum’at (14 Februari 2014) ternyata berdampak sampai kampung saya yang terletak di kabupaten Purworejo. Biar kalian suatu saat mau berkunjung ke kampong saya, ini lho lengkapnya: Desa Wareng, Kecamatan Butuh, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.Abu bisa mencapai ketebalan 2cm yang membuat jalanan berdebu. Toh demikian siangnya sebakda jum’atan saya paksakan diri untuk ke Stasiun Kereta ApiKutoarjo untuk membeli tiket ke Bandung, soalnya takut tidak kebagian tiket kalau terlalu mepet dengan hari H. Benar saja, jalanan penuh debu hingga jarak pandang hanya sekitar 2 meter ke depan. Saya memesan tiket untuk hari rabu tanggal 18 februari 2014 jurusan Kutoarjo-Kiara Condong dengan memakai kereta Kotajaya Selatan. Tiketnya sendiri setelah kenaikan menjadi Rp 60ribu, walaupun sebelum kenaikan saya nggak tahu berapa, belum pernah ke Bandung sih.Hehe….
Seperti biasa saya tak mau ribet bawa ini itu kalau bepergian, toh ini mau ada keperluan wawancara kerja diselingi silaturahim dan jalan-jalan sedikit. Hanya 2 potong baju, 2 celana panjang, 2 kaos, sepetu untuk wawancara, serta sandal selop.Tak lupa juga bawa netbook, kalau sewaktu-waktu dibutuhkan di perjalanan, juga buat nulis ini. (oh ya, mulai nulis tulisan ini saya masih di Kiara Condong lho, nunggu kereta mau pulang). Oh ya satu lagi yang tak ketinggalan, air minum sekitar 600mili, yg dikucurkan langsung dari kendi tanah di rumah. Jadi kebanyakan ya bawanya? Hehehe…. Gak papa lah, tas sudah penuh sesak karena kapasitasnya memang yang kecil.
Singkat kata kereta berangkat tepat waktu yaitu jam 09.15 dari stasiun Kutoarjo. Ini memang perjalanan pertama saya naik kereta setelah PT KAI melakukan perubahan-perubahan besar dalam tubuh mereka.Maka disini saya juga akan memberikan sedikit keterangan tentang hal itu. Satu catatan penting yaitu, kereta berangkat tepat waktu, dan ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan pelayanan PT. KAI tempo dulu.Setelah masuk kedalam kereta, banyak kursiyang masih kosong, maklum ini kan pemberangkatan di stasiun pertama, untuk 4 kursi satu meja hanya terisi saya seorang. Lambat laun kursi terisi 4, ditambah seorang anak kecil cewek imut yang ada di samping saya.
Kabar bahwa saat ini pengasong dan pengamen tak boleh memasuki kereta ternyata bukan omong kosong.Jika dulu setiap jalan-jalan pakai kereta saya selalu merasa terganggu (dan sekaligus terhibur dengan ulah asongan yang unik), kali ini lengang.Hanya sekali kondektur memeriksa karcis, dan beberapa kali petugas menawarkan bantal, minuman, makanan, dan membersihkan lantai kereta. Itu sama sekali tak membuat suasana santai dan liyer-liyerku terganggu.Bersamaan dengan bergeraknya kereta, beberapa lagu diputar oleh petugas.Suasana pun semakin nyaman saja.Mulai dari lagu Oplosan yang sedang naik daun, disusul dengan lagu wali, dan beberapa lagu yang tidak bisa kuingat dengan baik saking menikmatinya.

Kereta melaju terus melewati berbagai stasiun, memasuki stasiun Kroya petugas mengingatkan kepada penumpang untuk tidak membeli pedagang asongan dan membukakan pintu untuk mereka.Benar saja, ternyata masuk Kroya, ketika kereta berhenti beberapa menit banyak pedagang asongan menawarkan dagangan walaupun tak sempat masuk ke dalam kereta.Baru setelah memasuki Stasiun Sidareja mereka sudah masuk ke dalam kereta.Setelah berjam-jam sepi, akhirnya kedatangan mereka membuatku terasa terhibur, meski saya sadar bahwa mereka melanggar peraturan.Beberapa pedagang pecel menawarkan makanan, perutpun beraksi dan akhirnya saya tak bisa menahan lapar yang menggila.Sayapun membeli satu porsi.Ada kejadian menarik ketika beberapa pedagang diusir oleh petugas.Waktu itu kereta dalam keadaan melaju kencang. Saya tak  dengar dengan jelas petugas itu bilang apa karena lirih, tapi jika dilihat dari bahasa tubuh, dia mengusir. Eh seorang ibu penjual pecel nyeloroh, “Disangoni pak” khas dengan logat ngapak cilacapan. Lucu dan miris. Satu sisi mereka mencari rejeki, sisi yang lain mereka melanggar peraturan. Ah, mudah-mudahan pemerintah segera menemukan solusi terbaik yang menguntungkan semua pihak.

Beberapa stasiun terlewati.Saya masih penasaran dengan fasilitas kereta.Untuk mengeceknya, saya sempatkan ketoilet untuk melihat kebersihannya dan kesediaan air.Wah ternyata sudah lumayan bersih walau agak pesing.Disana juga ada air mengalir dan juga tersedia tisu untuk cebok.Itu gambaran toilet. Yang lain, pada setiap tempat duduk yang disana terdapat meja kecilnya juga ada colokan listrik berisi 2 yang bisa untuk ngecharger. Alhasil kalau kalian bepergian naik kereta, sekarang tak usah takut kehabisan batre hp. Dan itu tentu menambah kenyamanan.Bagaimanapun hp sekarang telah menjadi kebutuhan pokok yang tidak bisa tertinggal atau mati. Ibaratnya lebih baik tertinggal duit daripada tertinggal hp. Hehe …

Sekitar pukul setengah empat sore teman saya yang selama saya di Bandung akan menyediakan ‘hotel’ sms menanyakan sampai mana. Saya bilang sesuai jadwal masih sejam lagi. Sesaat setelahnya saya melongok jam dihp, sudah jam setengah lima dan seharusnya sudah sampai di Kiara condong, tapi nyatanya belum. Ternyata penyakit ingkar janji masih belum hilang juga buat KA. Sampai Kiara Condong pukul lima, molor setengah jam dari jadwal yang tertera pada tiket. Biarpun sudah sore saya tak takut kehabisan kendaraan, sebab di Bandung angkota sampai malam beroperasi.
Melihat tata ruangnya, kota ini terlihat rapi. Di beberapa titik terdapat tempat sampah dengan dua kantong plastik.Satu kantong untuk sampah organik, sedang yang satu untuk sampah nonorganic. Namun, beberapa tampat sampah kantongnya tidak lengkap, kadang hanya ada satu, kadang malah tidak ada kantongnya sama sekali. Tentu ini menjadi catatan sendiri untuk penkot Bandung, ide yang bagus perlu aksi yang berkelanjutan. Eh….aku sopo to kok ngandan-ngandani? Wong mung pem-bolang ora cetho…… yo men kok (jawabku cuek).

Hari Rabu, tanggal 19 saya wawancara kerja. Awalnya mau pulang langsung ke Kutoarjo, tapi karena masih ingin tinggal di sini sekaligus takut tak kebagian tiket kereta, maka saya putuskan untuk molor sehari. Padahal di rumah sedang mau dapat giliran tahlil lho…pasti makan enak,,,dan juga sedang ada proyek pembuatan film dokumenter dengan kawan bertema Tari Ndolalak yang khas Purworejo.
Kamisnya tepatnya saya beranjak pulang. Sebenarnya jadwal kereta pukul 21.10, tapi karena ingin muter-muter dulu akhirnya saya pamitan dengan teman saya pagi jam 09.30. Kebetulan jarak Kiara Condong dengan Ujungberung lumayan jauh, apalagi dengan angkutan umum, cukup menguras waktu.
Perkenalan dengan orang-orang seperjalanan.
Satu dari sekian hal yang menurut saya menyenangkan ketika bepergian yaitu “perkenalan dengan orang-orang baru seperjalanan”.Ada 3 orang diperjalanan yang berkenalan dan ngobrol asik dengan saya.Ketiga-tiganya hingga memberikan no hp atau pin bb, baik mereka atau saya yang meminta.Masing-masing dengan latar belakang dan ceritanya sendiri-sendiri.

Orang pertama yang saya temui adalah seorang pria berumur sekitar 35 tahunan. Dia asli Solo, istrinya asli Bandung dan dia sekeluarga tinggal disini. Pekerjaannya sebagai sopir travel Bandung-Jakarta. Katanya, travel untuk trayek ini sangat ramai, terlebih hari sabtu-minggu.Alasan mengapa dia pulang menjadi topik utama perjumpaan kami di Stasiun Kiara Condong.Sambil menunggu kereta yang masih lama, kami ngobrol ngalor ngidul.Kepulangannya disebabkan karena kakaknya meninggal. Dia bercerita bahwa dulu ketika sekolah SMA sang kakak adalah seorang yang sangat cerdas. Kemampuannya di atas rata-rata.Seperti orang tua umumnya yang berfikir konservatif, orang tuanyajuga menghendaki dia menjadi dokter atau insyinyur. Keinginan tersebut sah-sah saja(menurut saya) asal tidak memaksakan kehendak, tapi yang terjadi padanya sangat disayangkan. Bahkan ketertarikannya pada seni, seperti teater dilarang oleh orangtua.Walhasil dia menjadi pribadi yang tertutup dan pada akhirnya depresi.Dia akhirnya dimasukkan sebuah pesantren yang berada di Semarang yang dapat menangani orang depresi hingga akhirnya dia meninggal dunia. Lantas apa kesimpulannya? Cari sendiri!! Manja!!
Orang kedua yang kujumpai yaitu bapak-bapak berusia 40an tahun.Dilihat dari dandanannya, dia adalah pekerja pada sebuah perusahaan.Necis. Membawa dua tas besar yang terisi penuh. Saat itu saya ‘nglemprok’ di pojok ruang tunggu stasiun, tepatnya di dekat tempat untuk nge-charger hp dan netbook.Maklum pada saat tulisan ini mulai dibuat, baterai netbook sudah minim, terlebih juga saya gunakan untuk ngegame Plants and Zombie yang sedang memvirusiku.Setelah basa-basi, saya mendapatkan data tentangnya. Dia adalah seorang pekerja pertambangan batu bara yang beroperasi di Kalimantan. Kedatangannya ke Bandung dalam rangka mengikuti pelatihan yang diadakan pemerintah.Dia yang lulusan SMA merasa paling bodoh saat mengikuti acara tersebut.Bagaimana tidak, lainnya adalah sarjana semua.
Dalam ceritanya, salah satu resiko bekerja di tempat ini adalah menjadi korban kecembuaruan sosial bagi masyarakat sekitar.Dia yang pekerjaannya sebagai pengukur lahan terkadang harus berhadap-hadapan dengan pemilik lahan yang alotnya minta ampun.Di hutan belantara, seringkali tanah yang telah dibeli oleh perusahaan dijual kembali oleh penduduk.Saking luasnya, sebagai pendatang baru tentu tidak mudah ‘niteni’ tanah.Jangan bayangkan dengan tanah di Jawa.Dan untuk meredam kecemburuan warga, biasanya perusahaan mempekerjakan mereka 60 persen.Namun pada kenyatannya, karena sebuah tuntutan akhirnya jumlah itu bisa meningkat menjadi 90 persen.Dilematis, ujarnya.Sebuah perusahaan dalam merekrut pekerja tentu berdasarkan skill yang mereka miliki, namun terkadang warga skillnya minim. Tapi apa boleh dikata, daripada ribut? Sebenarnya masih banyak yang ia ceritakan, tapi tak akan kutulis semua, sebab saya juga bingung waktu menjelaskan dunia batu bara. Yang jelas dia memberikan banyak ilmu dan banyak jajan, ada tempe mendoan jumbo, gorengan pisang, juga minuman dingin. Terimakasih pak. Walah, sampai lupa aku menanyakan namanya, padahal sudah punya pin bbnya. Tapi kan yang diprofilnya namak nama anaknya, Echa.
Orang ketiga dan yang tak kalah menarik adalah seorang mahasiswi tehnik elektro yang kuliah di Bandung bagian atas, pokoknya tempatnya sudah dingin deh… Saya lupa bagaimana mulanya, yang jelas pembicaraan kami kemudian berputar pada masalah paham Islam yang sudah semakin beragamnya.Dia takut sekaligus menyayangkan orang-orang yang memilih berpaham ‘beda’. Kutanya apa latar belakang keluarganya, ternyata Islam tradisonal alias NU. Kalau begitu sama. Sebagai lulusan Tafsir Hadis, saya ‘sombong’ menerangkan ini itu.Bahwa pemahaman yang berbeda pada teks agama menjadikan praktik keagamaan yang berbeda pula.Lantas siapa yang paling benar? Dalam hal ini dia saya ajak untuk berfikir pula, eh berbingung pula ding…karena saya juga tak tahu siapa yang benar. Setahu saya kalau Iwan Fals lagunya bagus-bagus itu benar. Sebenarnya saya satu kereta dan tujuan dengannya, tapi karena beda gerbong akhirnya perpisahan kita terjadi waktu di Stasiun Kiara Condong. Perpisahan itu tanpa air mata, apalagi air seni… pokoke ora koyo neng film-film sinetron.

Tak terasa menungguku selama berjam-jam akhirnya kelar juga. Saya harus pulang ke Kutoarjo pukul 21.10 memakai kereta sama dengan harga 60 ribu. Selamat membaca tulisan saya selanjutnya!! (kalau kalian belum muak saja, silahkan).
(Bandung-Purworejo, 21-23 Februari 2014)