Thursday 22 May 2014

Curug Muncar adalah Anugrah Tuhan untuk Purworejo

Purworejo, sebagai sebuah kabupaten memang tergolong tidak terkenal, bahkan namanya kalah terkenal dengan Kutoarjo, sebuah kecamatan yang ada di Purworejo. Maklum, Kutoarjo memang memiliki jalan raya nasional yang menghubungngkan antara Kebumen dan Jogja, selain juga memiliki stasiun kereta Api yang tiap tahunnya dipakai oleh orang-orang dari Purworejo, Magelang, Kebumen, Wonosobo, bahkan Temanggung untuk mudik lebaran. Namun objek wisata alam di sini ternyata memiliki kekayaan yang lumayan bagus, sayang pemerintah daerah belum mengelolanya dengan baik. Salah satunya yaitu Curug Muncar yang terletak di Desa Kaliwungu, Kecamatan Bruno, jaraknya sekitar 45 km ke arah barat daya dari pusat Purworejo.

Sebagai warga Purworejo, tentunya saya ingin menikmati beragam wisata alam yang dimiliki kabupaten yang sangat tua ini. Akhirnya angan-angan saya terkabul setelah melalui perbincangan ringan di sebuah panggok, tempat di manasetiap malam hari kita, anak-anak muda, berkumpul untuk sekedar ngobrol dan lain-lain. Hari itu tepatnya tanggal 9 Februari 2014, saya dan teman-teman memutuskan untuk mengunjungi air terjun Curug Muncar. Barangkali, inilah salah satu bentuk kecintaan kami untuk kota kami.

Hari H
Akhirnya setelah telat 15 menit dari jadwal yang ditentukan, tepat jam 11.15 aku dan teman-teman berangkat dari desa kami, tepatnya desa Wareng, Kecamatan Butuh, Purworejo. Saya, Habib, Nanang, Slamet, Imam, dan Yusuf, berangkat dengan memakai motor berbonceng-boncengan. 


Curug ini letaknya dari Kutoarjo ke arah utara, dengan jalan yang naik dan berliku, berjarak sekitar 20 km. Jalanan yang kami lalui, selain berliku dan naik, ternyata tidak semuanya mulus. Beberapa bagian aspalnya rusak, dan ini tentu mengganggu para wisatawan yang akan kesana. Untunglah pemandangan di pinggir jalan cukup menarik dan indah khas pegunungan, namun di balik keindahan itu sang sopir harus waspada karena belokannya cukup banyak dan kadang tajam, kalau tidak, jurang menanti di salah satu sisi jalan.


Ternyata lokasi air terjun tidak di pinggir jalan, kami masih harus masuk ke dalam desa dan hutan. Sambil istirahat sebentar, setelah satu jam menempuh perjalanan, kami mampir ke warung membeli snack dan minuman. Karena di air terjun ini masih sepi dan perawan, maka kami harus sedia minum dan makanan sendiri dari rumah jika tak ingin kelaparan dan kehausan. Setelah cukup kami masih harus melewati jalan cor dari semen yang jika tidak hati-hati bisa terpeleset karena jalannya hanya cornya hanya cukup untuk satu motor di kanan dan satu motor di kiri, belum lagi medannya semakin naik turun. Tidak sampai disitu, lokasinya ternyata tidak bisa dilewati kendaraan apapun, akhirnya kami menitipkan motor di penitipan, dan itulah rumah terakhir yang kami jumpai sebelum ke air terjun.


Dan inilah perjalanan yang sesungguhnya yang cukup menguras energ. Bagaimana tidak, dengan jalan setapak yang naik turun, sekitar 40 menit kami berjalan kaki dan itu sangat melelahkan. Sesekali kami istirahat meneguk air sambil menikmati pegunungan yang sangat indah, barangkali bisa melepaskan lelah dan menghibur diri, meski rasa pegal sudah mulai terasa. Haha..

Setelah 40 menit, akhirnya kami sampai pada tujuan. Dari jauh air terjun itu sungguh indah. Dan memanglah tidak sia-sia kalau kelelahan kami dibayar dengan keindahannya. Setelah membasuh tangan dan wajah, akhirnya kami mulai beraksi. Air terjun yang tingginya mencapai…. Sebelumnya saya salat zuhur dulu di atas batu, dan itu ternyata memiliki sensasi yang sangat asyik. Salat di atas batu yang posisinya miring, dengan dikelilingi keindahan alam, dan ditemani air terjun sungguh sangat mengesankan. Sepertiyna saya menyatu dengan alam, dan merasakan betapa besar ciptaan dan anugerah Tuhan kepada manusia. Maka nikmat Tuhan yang manakah yang kalian dustakan? Sementara saya salat di atas batu, teman-teman sudah mulai mandi di bawah air terjun yang mengalir deras, tapi tidak langsung mengenai tubuh mereka. Dan mereka melakukan salat tepat di bawah gemericik air terjun. Pasti lebih sensasional.



Untuk sebuah objek wisata  yang sangat mempesona, pengunjung wisata kebanggan Bruno dan Purworejo ini masih sangat minim. Total selama kami di sana, tidak lebih dari 30 orang kami berpapasan, itu pun bergantian. Dikatakan bahwa, pengunjung ramai jika hanya setelah lebaran. Di mana di sana biasanya ada pementasan seni dangdut. Padahal jika dikelola dengan baik, maka tidak mustahil tempat wisata ini bisa bersaing dengan Grojogan Sewu, Tawangmangu, tentu dengan nilai khas tersendiri yang dimilikinya. Bukankah di sini banyak duren jika musim tiba? Dan wisata itu bisa dikawinkan. Apalagi Purworejo juga punya Pantai Ketawang, Bedug Pendowo, juga merupakan tempatkelahiran pencipta lagu Indonesia Raya WR. Supratman. Sebagai warga asli Purworejo, tentu saya sangat berharap kepada pihak manapun, terutama pemerintah daerah agar tempat wisata Purworejo bisa bersaing dengan kota-kota tetangga seperti Magelang, Yogyakarta, Wonosobo, atau Kebumen. Bukankah letak Purworejo sangat strategis? Menghubungkan Jawa Tengah dan DIY jika melewati jalur selatan pulau Jawa?

Setelah puas, maka jam 13.30 kami memulai pulang, ternyata perjalanan pulangmeletihkan. Di samping badan capek, eh harus jalan lagi…tapi ya sudahlah, hehe…paling tidak kami sangat puas dengan jalan-jalan hari ini. Dan perjalanan wisata hari itu dipungkasi dengan pesta duren di Kutoarjo, tepatnya di sebelah selatan Terminal Kutoarjo dimana para pedagang berjajar jualan. Kami pun makan sepuasnya (lha wong dibayari), sayang Imam tak doyan duren, ia pun hanya menunggu di jok motor.


Akhirnya kami sampai ke desa tercinta kami dengan puas meski lelah. Ternyata kota ini memiliki tempat wisata yang sangat menarik. Entah kapan lagi kami akan jalan-jalan lagi, tentunya di daerah Purworejo, tempat lahir kami semua. Tentu masih banyak destinasi wisata yang menarik lainnya. Dan Curug Muncar adalah anugerah untuk Purworejo.

@fuadngajiyo

Monday 12 May 2014

Ini Tato Ular


Ket:
1. Tato dibuat oleh pakarnya, yaitu salah satu program komputer yang saya lupa namanya. Dengan tato ini, kalian yang beraga Islam akan tetap bisa berwudhu dan mandi junub. Maka jika kalian ingin terlihat keren, pakailah tato seperti ini!
2. Perhatikan kaos kakinya yang robek, maka sesungguhnya seorang pelajar SMP berkata "Mas, kaos kakinya sobek". Yaitu saat dia mengisi acara di sebuah sekolah dan sepatunya dilepas, tentang Bahaya Narkoba di Kalibawang, Kulon(e)progo.
3. Ketahuilah bahwa sepasang sepatu yang terfoto sedikit itu dibeli dari rombengan di Pasar Legi Kotagede tahun 2011. Percayalah, sesungguhnya aku bukanlah orang yang sederhana, tetapi sedang tidak punya uang.