Imam Al-Ghazali
merupakan salah satu ilmuwan muslim yang telah banyak makan garam. Kisah
pencarian ilmu dan spiritualnya cukup unik. Ia adalah putra dari seorang ayah
yang buta huruf pemintal wool. Meski demikian, ayahnya sangat berhati-hati
mengenai pendidikan anak-anaknya. Pada awalnya, Al-Ghazali belajar di
universitas agar bisa mendapatkan nafkah hidupnya, setelah sebelumnya gurunya
tak mampu lagi menghidupi dia dan saudaranya, Ahmad. Lihat saja pengakuannya:
“Guru
yang dengannya kami tinggal sebelumnya, meminta kami pergi dari rumahnya dan
kami tidak ingin menjadi beban baginya. Karena itulah kami tinggalkan rumahnya.
Dalam keadaan kecewa dan putus asa, kami mesti tinggalkan tungku perapian dan
rumah, dan pergi ke suatu universitas untuk belajar ilmu hukum (fiqih) agar bisa mendapatkan nafkah
hidup kami.”
Singkat
kata, Al-Ghazali menjelma menjadi seorang ilmuwan yang sampai sekarang
krya-karyanya selalu menjadi rujukan utama. Dan yang paling kondang ngaloka adalah
kitab Ihya’ Ulumuddin.
Ternyata,
selain banyak menulis buku, Imam Al-Ghazali juga kerap mengirim surat untuk
para pemimpin. Isi surat-suratnya cukup beragam, mulai dari bidang agama,
politik, kemiskinan, pendidikan, dan lain-lain. Ia juga menulis surat terbuka
untuk umat saat itu. Surat-surat ini bisa Anda lihat dalam sebuah buku yang
diterbitkan Mizan tahun 1983 dengan judul Surat-Surat Al-Ghazali.
Meski
surat-surat ini untuk pemimpin dan umat saat Al-Ghazali hidup, namun tak ada
salahnya jika dibaca oleh para pemimpin dan umat saat ini. Sebagai contoh, akan
saya lampirkan di bawah ini sebuah surat yang ada dalam buku ini. Silakan menikmati
surat yang ditulis saat Imam Al-Ghazali berusia 53 tahun, yaitu dua tahun
sebelum dia meninggal dunia.
Kepada Yang Mulia
SULTAN SANJAR SALJUQI
Bismillahirrahmanirrahim,
Semoga
Allah memberi Anda kekuasaan dan sebuah kerajaan langit yang jika dibandingkan
dengan kerajaan seluruh dunia menjadi tidak berarti. Batas-batas kerajaan
duniawi tak bisa meluas melebihi Timur dan Barat. Pada umumnya, hidup rata-rata
seorang manusia di atas bumi ini tidak bisa melebihi batasan umur seratus tahun
atau sekitar itu. Kerajaan langit itu sedemikian luasnya sehingga seluruh dunia
ini tampak sebagai suatu butir debu saja bila dibandingkan dengannya.
Moga-moga
Yang Mulia berkenan. Saya menyadari bahwa seorang yang ambisius sulit sekali
untuk menjalani suatu kehidupan yang saleh. Karena saya dapati Anda sebagai
seorang yang sangat jujur dan hati-hati, maka saya berharap agar Anda bisa
memperlakukan hal ini dengan kebijakan dan kebaikan, untuk diri Anda sendiri.
Nabi kita saw. berkata: “Sehari yang
dihabiskan oleh seorang raja yang taqwa untuk menyelenggarakan keadilan, setara
dengan enam puluh tahun yang dihabiskan oleh seorang suci untuk ibadah dan
shalat.” Jika Anda mau renungkan sifat dunia ini, akan tampaklah betapa
amat hinanya ia. Orang-orang Sufi berkata: “Jika dunia ini dapat dimisalkan
sebagai suatu kendi (yang terbuat dari emas) yang rapuh dan lemah, sedangkan
akhirat dapat dibandingkan dengan suatu kendi (yang terbuat dari tanah) yang
tidak bisa pecah lagi kekal abadi, maka tentulah orang-orang bijaksana akan
lebih menyukai yang kedua daripada yang pertama.”
Tapi
kenyataannya malah kebalikannya. Dunia ini adalah bagai kendi yang terbuat dari
tanah, sementara akhirat adalah bagai kendi yang terbuat dari emas. Tidakkah
Anda akan mengutuk ketololan seorang manusia yang yakin bahwa yang pertama
lebih unggul daripada yang kedua? Jika Anda menginginkan suatu kehidupan yang
baik dan menambatkan harapan-harapan manis Anda di Langit, maka satu hari dalam
hidup Anda akan lebih berharga daripada enam puluh tahun yang dihabiskan oleh
orang lain untuk ibadah. Dan Allah pasti akan membukakan untuk Anda
sumber-sumber kebahagiaan yang sebelumnya masih asing bagi Anda.
Perlu
Anda ketahui bahwa sekarang ini saya berumur lima puluh tiga tahun. Empat puluh
tahun daripadanya telah terhabiskan di berbagai tempat kediaman yang damai dari
para ulama terkenal yang kepada mereka saya belajar sehingga orang mulai
mengenal saya dan memahami perubahan di dalam gagasan-gagasan saya. Selama dua
puluh tahun saya hidup di dalam pemerintahan ayahanda raja yang telah berusaha
melakukan apa saja yang bisa diperbuatnya untuk menjadikan Isfahan dan Baghdad
kota-kota yang paling maju di dunia. Dalam beberapa kesempatan saya telah
bertindak sebagai seorang duta besar, mewakili ayahanda untuk istana Khalifah
Abbasiyah Muqtadar Billah. Dengan segala cara saya menghilangkan kesalahpahaman
antara Kerajaan Seljuq dan Kekhalifahan Abbasiyah. Saya adalah pengarang tujuh
puluh buku. Selama beberapa selama beberapa puluh tahun saya tinggal dan
berdakwah di Makkah dan Yerussalem. Ketika saya mengunjungi makam Nabi Ibrahim
as. dan membacakan fatihah di mazarnya
(tempat penziarahan), dengan sepenuh hati saya berjanji:
# Saya tak akan lagi
mendatangi istana seorang raja, tidak pula akan menerima sesuatu bersifat upah
dari pemerintah-pemerintah dalam bentuk apapun, karena hal-hal seperti itu akan
mengurangi nilai jasa-jasa yang saya sumbangkan
kepada masyarakat.
# Saya tak akan
melibatkan diri dalam segala sesuatu yang bisa memancing pertikaian-pertikaian
keagamaan.
Selama
dua belas tahun terakhir ini, dengan sepenuh hati saya telah setia terhadap
janji yang saya buat di makam Hadhrat Ibraham as. itu. Sekarang saya menerima
suatu pesan penting dari Yang Mulia, meminta saya untuk mendatangi istana Anda.
Oleh karena itu, saya telah tiba di Masyhad Radha dalam perjalanan menuju ibu
kota. Tetapi kemudian suatu pikiran lain timbul, yakni sehubungan dengan janji
keagamaan yang telah mengikat diri saya sebagaimana tersebut di atas; saya
telah mengambil keputusan untuk membatalkan kunjungan yang telah saya niatkan
itu. Saya hanya bisa mohon kepada Yang Mulia untuk mempertimbangkan hak saya
demi memenuhi suatu janji keagamaan, dan agar saya tidak perlu menderita hanya
karena saya telah berusaha berlaku jujur.
Jika
boleh saya berikan bimbingan, saya pikir Anda seharusnya berusaha menahan diri
untuk tidak memaksa saya mendatangi istana Anda, dan Anda pun tentunya tak
menghendaki saya melakukannya dengan memperkosa janji saya. Hal itu akan
membuat saya tak pantas mendapatkan penghargaan Anda. Akhirulkalam, dengan rendah hati saya mohon agar Yang Mulia dengan
senang hati mengizinkan saya untuk kembali ke kota asal saya Thus, karena dengan
tindakan yang sangat baik itu Tuhan akan memberi Anda ganjaran karunia yang
taka da habisnya, baik di dunia maupun di akhirat, dan mengangkat Anda di
akhirat nanti ke tingkatan Sulaiman Yang Agung, seorang Nabi sekaligus juga
seorang raja yang masyhur.
Duli
Tuanku,
Al-Ghazali
Masih banyak surat
yang ada dalam buku ini. Sayangnya buku ini sudah susah didapatkan, entah kalau
di penjual buku loak.
Semoga bermanfaat.
Kalau tidak, maka manfaatkanlah!
Bandung, 11122014 Masehi
Mungkin suatu saat fuad juga akan mengirim surat, tapi kepada pak presiden.
ReplyDeletebisa jadi bisa jadi... :D
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete