Friday 12 December 2014

Surat Al-Ghazali untuk Pemimpin


Imam Al-Ghazali merupakan salah satu ilmuwan muslim yang telah banyak makan garam. Kisah pencarian ilmu dan spiritualnya cukup unik. Ia adalah putra dari seorang ayah yang buta huruf pemintal wool. Meski demikian, ayahnya sangat berhati-hati mengenai pendidikan anak-anaknya. Pada awalnya, Al-Ghazali belajar di universitas agar bisa mendapatkan nafkah hidupnya, setelah sebelumnya gurunya tak mampu lagi menghidupi dia dan saudaranya, Ahmad. Lihat saja pengakuannya:

“Guru yang dengannya kami tinggal sebelumnya, meminta kami pergi dari rumahnya dan kami tidak ingin menjadi beban baginya. Karena itulah kami tinggalkan rumahnya. Dalam keadaan kecewa dan putus asa, kami mesti tinggalkan tungku perapian dan rumah, dan pergi ke suatu universitas untuk belajar ilmu hukum (fiqih) agar bisa mendapatkan nafkah hidup kami.”

Singkat kata, Al-Ghazali menjelma menjadi seorang ilmuwan yang sampai sekarang krya-karyanya selalu menjadi rujukan utama. Dan yang paling kondang ngaloka adalah kitab Ihya’ Ulumuddin.

Ternyata, selain banyak menulis buku, Imam Al-Ghazali juga kerap mengirim surat untuk para pemimpin. Isi surat-suratnya cukup beragam, mulai dari bidang agama, politik, kemiskinan, pendidikan, dan lain-lain. Ia juga menulis surat terbuka untuk umat saat itu. Surat-surat ini bisa Anda lihat dalam sebuah buku yang diterbitkan Mizan tahun 1983 dengan judul Surat-Surat Al-Ghazali.


Meski surat-surat ini untuk pemimpin dan umat saat Al-Ghazali hidup, namun tak ada salahnya jika dibaca oleh para pemimpin dan umat saat ini. Sebagai contoh, akan saya lampirkan di bawah ini sebuah surat yang ada dalam buku ini. Silakan menikmati surat yang ditulis saat Imam Al-Ghazali berusia 53 tahun, yaitu dua tahun sebelum dia meninggal dunia.

Kepada Yang Mulia
SULTAN SANJAR SALJUQI

Bismillahirrahmanirrahim,

Semoga Allah memberi Anda kekuasaan dan sebuah kerajaan langit yang jika dibandingkan dengan kerajaan seluruh dunia menjadi tidak berarti. Batas-batas kerajaan duniawi tak bisa meluas melebihi Timur dan Barat. Pada umumnya, hidup rata-rata seorang manusia di atas bumi ini tidak bisa melebihi batasan umur seratus tahun atau sekitar itu. Kerajaan langit itu sedemikian luasnya sehingga seluruh dunia ini tampak sebagai suatu butir debu saja bila dibandingkan dengannya.

Moga-moga Yang Mulia berkenan. Saya menyadari bahwa seorang yang ambisius sulit sekali untuk menjalani suatu kehidupan yang saleh. Karena saya dapati Anda sebagai seorang yang sangat jujur dan hati-hati, maka saya berharap agar Anda bisa memperlakukan hal ini dengan kebijakan dan kebaikan, untuk diri Anda sendiri. Nabi kita saw. berkata: “Sehari yang dihabiskan oleh seorang raja yang taqwa untuk menyelenggarakan keadilan, setara dengan enam puluh tahun yang dihabiskan oleh seorang suci untuk ibadah dan shalat.” Jika Anda mau renungkan sifat dunia ini, akan tampaklah betapa amat hinanya ia. Orang-orang Sufi berkata: “Jika dunia ini dapat dimisalkan sebagai suatu kendi (yang terbuat dari emas) yang rapuh dan lemah, sedangkan akhirat dapat dibandingkan dengan suatu kendi (yang terbuat dari tanah) yang tidak bisa pecah lagi kekal abadi, maka tentulah orang-orang bijaksana akan lebih menyukai yang kedua daripada yang pertama.”

Tapi kenyataannya malah kebalikannya. Dunia ini adalah bagai kendi yang terbuat dari tanah, sementara akhirat adalah bagai kendi yang terbuat dari emas. Tidakkah Anda akan mengutuk ketololan seorang manusia yang yakin bahwa yang pertama lebih unggul daripada yang kedua? Jika Anda menginginkan suatu kehidupan yang baik dan menambatkan harapan-harapan manis Anda di Langit, maka satu hari dalam hidup Anda akan lebih berharga daripada enam puluh tahun yang dihabiskan oleh orang lain untuk ibadah. Dan Allah pasti akan membukakan untuk Anda sumber-sumber kebahagiaan yang sebelumnya masih asing bagi Anda.

Perlu Anda ketahui bahwa sekarang ini saya berumur lima puluh tiga tahun. Empat puluh tahun daripadanya telah terhabiskan di berbagai tempat kediaman yang damai dari para ulama terkenal yang kepada mereka saya belajar sehingga orang mulai mengenal saya dan memahami perubahan di dalam gagasan-gagasan saya. Selama dua puluh tahun saya hidup di dalam pemerintahan ayahanda raja yang telah berusaha melakukan apa saja yang bisa diperbuatnya untuk menjadikan Isfahan dan Baghdad kota-kota yang paling maju di dunia. Dalam beberapa kesempatan saya telah bertindak sebagai seorang duta besar, mewakili ayahanda untuk istana Khalifah Abbasiyah Muqtadar Billah. Dengan segala cara saya menghilangkan kesalahpahaman antara Kerajaan Seljuq dan Kekhalifahan Abbasiyah. Saya adalah pengarang tujuh puluh buku. Selama beberapa selama beberapa puluh tahun saya tinggal dan berdakwah di Makkah dan Yerussalem. Ketika saya mengunjungi makam Nabi Ibrahim as. dan membacakan fatihah di mazarnya (tempat penziarahan), dengan sepenuh hati saya berjanji:

# Saya tak akan lagi mendatangi istana seorang raja, tidak pula akan menerima sesuatu bersifat upah dari pemerintah-pemerintah dalam bentuk apapun, karena hal-hal seperti itu akan mengurangi nilai jasa-jasa yang saya sumbangkan  kepada masyarakat.
# Saya tak akan melibatkan diri dalam segala sesuatu yang bisa memancing pertikaian-pertikaian keagamaan.

Selama dua belas tahun terakhir ini, dengan sepenuh hati saya telah setia terhadap janji yang saya buat di makam Hadhrat Ibraham as. itu. Sekarang saya menerima suatu pesan penting dari Yang Mulia, meminta saya untuk mendatangi istana Anda. Oleh karena itu, saya telah tiba di Masyhad Radha dalam perjalanan menuju ibu kota. Tetapi kemudian suatu pikiran lain timbul, yakni sehubungan dengan janji keagamaan yang telah mengikat diri saya sebagaimana tersebut di atas; saya telah mengambil keputusan untuk membatalkan kunjungan yang telah saya niatkan itu. Saya hanya bisa mohon kepada Yang Mulia untuk mempertimbangkan hak saya demi memenuhi suatu janji keagamaan, dan agar saya tidak perlu menderita hanya karena saya telah berusaha berlaku jujur.

Jika boleh saya berikan bimbingan, saya pikir Anda seharusnya berusaha menahan diri untuk tidak memaksa saya mendatangi istana Anda, dan Anda pun tentunya tak menghendaki saya melakukannya dengan memperkosa janji saya. Hal itu akan membuat saya tak pantas mendapatkan penghargaan Anda. Akhirulkalam, dengan rendah hati saya mohon agar Yang Mulia dengan senang hati mengizinkan saya untuk kembali ke kota asal saya Thus, karena dengan tindakan yang sangat baik itu Tuhan akan memberi Anda ganjaran karunia yang taka da habisnya, baik di dunia maupun di akhirat, dan mengangkat Anda di akhirat nanti ke tingkatan Sulaiman Yang Agung, seorang Nabi sekaligus juga seorang raja yang masyhur.


Duli Tuanku,
Al-Ghazali

Masih banyak surat yang ada dalam buku ini. Sayangnya buku ini sudah susah didapatkan, entah kalau di penjual buku loak.

Semoga bermanfaat. Kalau tidak, maka manfaatkanlah! 

Bandung, 11122014 Masehi

3 comments:

  1. Mungkin suatu saat fuad juga akan mengirim surat, tapi kepada pak presiden.

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete