Monday 8 September 2014

Resensi Buku "Generasi Muda Peduli Pendidikan"


Judul                :    Indonesia Mengajar 2
Penulis            :    Pengajar Muda Angkatan II
Penyunting     :    Ikhdah Henny dan Retno Widyastuti
Penerbit          :    Bentang, Sleman, Yogyakarta
Cetakan I        :    Juni 2012 
Dimuat di Kedaulatan Rakyat

Di negeri ini banyak sekali sarjana yang mengeluh karena tak mendapatkan pekerjaan, menggerutu, mengutuk pemerintah, sehingga ijasah  yang didapatkan selama beberapa tahun dirasa sia-sia belaka. Padahal, jauh di pelosok negeri ini, masih banyak anak-anak yang bahkan membaca saja tak mampu, bahkan tak tahu jika Ibukota Republik ini adalah Jakarta. Lantas, siapakah yang bertanggung jawab atas semua ‘penderitaan’ dunia pendidikan di negeri ini? Jawabannya adalah: setiap orang yang terdidik!

Inilah buku kumpulan catatan para pengajar muda Indonesia Mengajar selama satu tahun mereka diberi kehormatan untuk menularkan ilmunya kepada masyarakat di pelosok-pelosok negeri yang minim akses pendidikannya. Buku ‘Indonesia Mengajar 2’ ini berisi 72 kisah Pengajar Muda yang tersebar di sepuluh kabupaten di seluruh Indonesia. Rasa senang, sedih, haru, tawa, tangis, dan berbagai perasaan terangkum dalam buku ini. Kisah yang dirangkai dari masing-masing membawa pembaca untuk ikut merasakan petualangan mereka menjadi pahlawan pendidikan yang rela meninggalkan kemapanan hidup di tengah-tengah keluarga yang serba kecukupan.

Satu di antara yang menarik adalah kisah yang ditulis oleh Wintang Haryokusumo, pengajar Muda Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Di tempatnya ia ditugaskan, ia membuat program yang diberi nama Kapsul Masa Depan. Yaitu berupa kertas yang berisi tulisan harapan-harapan seluruh masyarakat di pulau tersebut, dari anak-anak sampai orang tua. Kertas harapan itu kemudian dilipat dan dimasukkan ke dalam sedotan, setelah itu dimasukkan ke dalam botol plastik, terakhir botol tersebut di kubur di halaman sekolah. 20 tahun yang akan datang yang bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda, Wintang bersama seluruh masyarakat di sana akan membongkarnya. Harapan itu tentu tak hanya ditulis kemudian dilupakan, melainkan juga setiap penulisnya harus berjanji pada dirinya dan berbuat sesuatu agar harapan itu dapat terwujud.

Seperti pada prolog yang disampaikan oleh Pendiri dan Ketua Gerakan Indonesia Mengajar, Anis Baswedan, lebih baik menyalakan lilin daripada sekadar mengutuki kegelapan. Memang gerakan Indonesia Mengajar tidak akan memecahkan semua masalah pendidikan di negeri ini, namun paling tidak segelintir sarjana dari ribuan yang mendaftar mampu memberikan harapan kepada anak-anak terbaik yang terselip di daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau pemerintah. Tentu gerakan seperti ini bisa dilakukan oleh siapa saja, dan bukan hanya kalangan tertentu yang telah memiliki nama seperti Anis Baswedan. Selamat berjuang!


@fuadngajiyo

No comments:

Post a Comment