Judul : Indonesia
Mengajar 2
Penulis : Pengajar
Muda Angkatan II
Penyunting : Ikhdah
Henny dan Retno Widyastuti
Penerbit : Bentang,
Sleman, Yogyakarta
Cetakan I : Juni
2012
Dimuat
di Kedaulatan Rakyat
Di negeri ini banyak sekali
sarjana yang mengeluh karena tak mendapatkan pekerjaan, menggerutu, mengutuk
pemerintah, sehingga ijasah yang
didapatkan selama beberapa tahun dirasa sia-sia belaka. Padahal, jauh di
pelosok negeri ini, masih banyak anak-anak yang bahkan membaca saja tak mampu,
bahkan tak tahu jika Ibukota Republik ini adalah Jakarta. Lantas, siapakah yang
bertanggung jawab atas semua ‘penderitaan’ dunia pendidikan di negeri ini?
Jawabannya adalah: setiap orang yang terdidik!
Inilah buku kumpulan catatan
para pengajar muda Indonesia Mengajar selama satu tahun mereka diberi
kehormatan untuk menularkan ilmunya kepada masyarakat di pelosok-pelosok negeri
yang minim akses pendidikannya. Buku ‘Indonesia Mengajar 2’ ini berisi 72 kisah
Pengajar Muda yang tersebar di sepuluh kabupaten di seluruh Indonesia. Rasa
senang, sedih, haru, tawa, tangis, dan berbagai perasaan terangkum dalam buku
ini. Kisah yang dirangkai dari masing-masing membawa pembaca untuk ikut
merasakan petualangan mereka menjadi pahlawan pendidikan yang rela meninggalkan
kemapanan hidup di tengah-tengah keluarga yang serba kecukupan.
Satu di antara yang menarik
adalah kisah yang ditulis oleh Wintang Haryokusumo, pengajar Muda Pulau Bawean,
Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Di tempatnya ia ditugaskan, ia membuat program
yang diberi nama Kapsul Masa Depan. Yaitu berupa kertas yang berisi tulisan
harapan-harapan seluruh masyarakat di pulau tersebut, dari anak-anak sampai
orang tua. Kertas harapan itu kemudian dilipat dan dimasukkan ke dalam sedotan,
setelah itu dimasukkan ke dalam botol plastik, terakhir botol tersebut di kubur
di halaman sekolah. 20 tahun yang akan datang yang bertepatan dengan Hari
Sumpah Pemuda, Wintang bersama seluruh masyarakat di sana akan membongkarnya.
Harapan itu tentu tak hanya ditulis kemudian dilupakan, melainkan juga setiap
penulisnya harus berjanji pada dirinya dan berbuat sesuatu agar harapan itu
dapat terwujud.
Seperti pada prolog yang
disampaikan oleh Pendiri dan Ketua Gerakan Indonesia Mengajar, Anis Baswedan,
lebih baik menyalakan lilin daripada sekadar mengutuki kegelapan. Memang gerakan
Indonesia Mengajar tidak akan memecahkan semua masalah pendidikan di negeri
ini, namun paling tidak segelintir sarjana dari ribuan yang mendaftar mampu
memberikan harapan kepada anak-anak terbaik yang terselip di daerah-daerah
terpencil yang sulit dijangkau pemerintah. Tentu gerakan seperti ini bisa
dilakukan oleh siapa saja, dan bukan hanya kalangan tertentu yang telah
memiliki nama seperti Anis Baswedan. Selamat berjuang!
@fuadngajiyo
No comments:
Post a Comment